Bersabardan Bersyukur Atas Kesenangan dan Kesusahan. Bagikan: KEDUA nikmat tersebut membutuhkan kesabaran dan rasa syukur. Ada pun nikmat kesusahan, maka perlunya bersabar atas hal itu adalah sudah sangat jelas. Sedangkan nikmat kesenangan membutuhkan kesabaran dalam melakukan ketaatan di dalamnya, karena sesungguhnya
Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah. Pada khutbah yang kedua ini, khatib hanya ingin berwasiat kepada diri khatib pribadi dan kepada jama'ah sekalian, marilah kita selalu berupaya semampu kita untuk menjadi orang-orang yang pandai mensyukuri karunia Allah Ta’ala, karena dengan bersyukur, kita akan senantiasa diliputi rasa damai, tentram
Tidakkahlucu bila seseorang berkata “AKU BERIMAN PADA ALLAH” TETAPI SENTIASA MENGIKUT SYAITAN. (who, by the way, also “believes” in ALLAH SWT). Aku berDOA , untuk semua yang membaca tulisan ini supaya mereka di rahmati ALLAH SWT. Wassalam. Bersyukurlah senantiasa atas apa yang kamu dapat hari ini.
Denganbegitu ia senantiasa bersyukur kepada Allah atas nikmat-nikmat itu dengan lisannya, berupa pujian dan sanjungan yang Dia berhak untuk mendapatkannya. Juga bersyukur dengan anggota badannya, berupa menggunakannya dalam ketaatan. Sikap seorang muslim yang seperti ini merupakan adab darinya terhadap Allah SWT.
NikmatAllah sangat banyak sehingga tidak dapat dihitung.Jika menghitung pun sudah tidak mampu, apalagi untuk membalasnya. Firman Allah s.w.t., maksudnya: “Jika kamu ingin menghitung nikmat Allah, nescaya kamu tidak akan dapat menghitung.” (Surah Ibrahim 14:34) Malangnya, nikmat yang begitu banyak ini gagal dilihat oleh kebanyakan manusia.
proporsi orang adalah panjang kepala dengan tubuh. Kali ini akan dibahas tentang bacaan doa mensyukuri nikmat ALLAH SWT lengkap bahasa arab, latin dan artinya. Dengan begitu kita bisa membaca doa bersyukur atas segala nikmat yang diberikan oleh ALLAH SWT kepada kita. Salah satunya adalah doa Nabi Sulaiman saat mensyukuri nikmat ALLAH SWT yang terdapat dalam surat An-Naml ayat 19. Sebagai seorang muslim, wajiblah bagi kita untuk selalu bersyukur setiap harinya tanpa henti kepada Tuhan yang maha kuasa atas segala sesuatunya ALLAH SWT atas berbagai nikmat kehidupan yang telah diberikan kepada kita. Nikmat harta, kebahagiaan, kesehatan dan nikmat nikmat lainnya yang ada pada kita semuanya datangnya hanya dari ALLAH SWT. Maka kita harus bersyukur dan mengucap hamdalah "Alhamdulillah". Perihal syukur ini telah diperintahkan oleh ALLAH SWT dan telah diabadikan di berbagai surat dalam Al-Quran. Berikut beberapa dalil ayat Al Quran tentang bersyukur kepada ALLAH SWT “Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan pula kepadanya pahala akhirat itu. Dan kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” QS. Ali Imran, 3 145 Dan ingatlah juga, tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah nikmat kepadamu, dan jika kamu mengingkari nikmat-Ku, maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” QS. Ibrahim, 14 7 Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat pula kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari nikmat-Ku.” QS. Al-Baqarah, 2 152 “Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk kebaikan dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia”. QS. An-Naml, 27 40 “Dan karena rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebahagian dari karunia-Nya pada siang hari dan agar kamu bersyukur kepada-Nya.” QS. Al-Qashash, 28 73 “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.” QS. Al-Baqarah, 2 172 “Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” QS. an-Nahl, 16 18. Kita bisa bersyukur kepada ALLAH SWT dengan berbagai macam hal seperti menerima apa yang diberi oleh ALLAH SWT, tidak mengeluh, meninggalkan larangannya dan mengerjakan apa yang diperintah oleh ALLAH SWT. Dan yang paling penting adalah sellu membaca doa syukur nikmat agar kita selalu bersyukur. Lalu bagaimana bacaan doa bersyukur atas segala nikmat ALLAH SWT? Sebenarnya kita bisa membaca doa apa saja, bisa juga menggunakan doa doa para ulama. Namun kali ini akan kami share doa mensyukuri nikmat ALLAH SWT dalam Al-Quran lengkap lafadz arab, tulisan latin dan terjemahan bahasa Indonesianya. Doa Bersyukur Kepada ALLAH SWT رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَدْخِلْنِي بِرَحْمَتِكَ فِي عِبَادِكَ الصَّالِحِينَ Rabbi aw zi’niy an asykura ni’matakallatiy an’amta alayya wa’alaa waalidayya wa an a’mala shaalihan tardhaahu wa adkhilniy birahmatika fiy ibadikashshaalihiin Artinya “Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh”. An-Naml 19 Doa Syukur Nikmat رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ Rabbi aw zi’niy an asykura ni’matakallatiy an’amta alayya wa’alaa waalidayya wa an a’mala shaalihan tardhaahu wa ashlihliy fii dzurriyyatiy inniy tubtu ilayka wa inniy minal muslimiin Artinya “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri ni`mat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan memberi kebaikan kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”. Al-Ahqaf 15. Demikianlah teks bacaan doa mensyukuri nikmat ALLAH SWT lengkap bahasa arab, latin dan artinya. Semoga doa bersyukur kepada ALLAH SWT diatas bisa istiqomah kita baca agar kita tidak lupa bersyukur atas segala nikmat yang teah ALLAH SWT berikan kepada kita hambanya. Wallahu a'lam.
Sebagai umat Muslim, kita telah sedari dahulu diajarkan oleh hadis dan ayat AlQuran tentang bersyukur. Dalam berbagai kesempatan, baik itu senang maupun sulit, mengingat segala rahmat Allah kepada kita adalah penting hukumnya. Syukur akan terus menambah nikmat, dan secara tidak langsung membuat nikmat tersebut terus ada. Lebih lanjut lagi, jika kita menelisik esensi bersyukur kepada Allah Ta’ala, ternyata ia juga berperan sebagai wujud ketaatan dan juga menjauhi segala maksiat. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, ada banyak hadis dan ayat Al Quran yang menjelaskan perkara syukur ini. Simak apa saja 13 hadis dan ayat AlQuran tentang bersyukur yang dapat Sedulur renungi demi meningkatkan iman serta taqwa agar menjadi Muslim sejati. BACA JUGA Pengertian Mutasi Beserta Klasifikasi, Jenis, dan Dampaknya Depositphotos Sebelum kita masuk ke pembahasan inti mengenai hadis dan ayat AlQuran tentang bersyukur, ada baiknya kita sedikit mengulas mengenai apa itu syukur dan alasan kenapa kita harus terus bersyukur kepada Allah. Pengertian syukur secara bahasa dapat dipahami sebagai menunjukkan pujian pada seseorang atas kebaikan yang ia perbuat. Ketika kita memberikan wujud syukur kepada Allah, maka dengan kata lain kita memuji-Nya sebagai balasan atas nikmat yang diberikan dengan cara melakukan ketaatan kepada-Nya. Seperti yang diungkapkan oleh Ibnu Taimiyah rahimahullah berikut ini. الشُّكْرُ يَكُوْنُ بِالقَلْبِ وَاللِّسَانُ وَالجَوَارِحُ وَالحَمْدُ لاَ يَكُوْنُ إِلاَّ بِاللِّسَانِ “Syukur haruslah dijalani dengan hati, lisan, dan anggota badan. Adapun al-hamdu hanyalah di lisan.” Majmu’ah Al-Fatawa, 11135. Dari pernyataan tersebut, dapat kita bedah lagi bahwa bersyukur bisa dibagi menjadi dua kategori. Pertama adalah bersyukur dengan lisan. Bersyukur dengan lisan berarti memuji pada yang memberikan nikmat. Sedangkan yang kedua adalah bersyukur dengan semua anggota badan. Ketika kita bersyukur dengan semua anggota badan, maka yang dimaksud adalah membalas nikmat dengan yang pantas. Mereka yang banyak bersyukur adalah orang-orang yang mencurahkan usahanya dalam mewujudkan rasa syukur dengan hati, lisan, dan anggota badan dalam bentuk meyakini dan mengakui nikmat. Tahukah Sedulur bahwa ternyata rasa syukur juga memiliki rukun? Rukun syukur ada tiga. Mengakui nikmat itu berasal dari Allah. Memuji Allah atas nikmat tersebut. Meminta tolong untuk menggapai ridha Allah dengan memanfaatkan nikmat dalam ketaatan. Depositphotos Bersyukur atas nikmat Allah ternyata mendatangkan banyak manfaat. Salah satunya adalah menambah hal-hal baik yang akan terjadi kepada diri kita sendiri. Syukur akan terus menambah nikmat dan membuat nikmat itu terus ada. Hakikat syukur adalah melakukan ketaatan dan menjauhi maksiat. Pernyataan di atas juga senada dengan hadis berikut ini. لا يرزق الله عبدا الشكر فيحرمه الزيادة لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ “Allah tidak mengaruniakan syukur pada hamba dan sulit sekali ia mendapatkan tambahan nikmat setelah itu. Karena Allah Ta’ala berfirman, Jika kalian mau bersyukur, maka Aku sungguh akan menambah nikmat bagi kalian.’” QS. Ibrahim7 HR. Al Baihaqi, 4124. Walaupun kita memang dianjurkan untuk bersyukur, tetapi sejatinya Allah tidak membutuhkan rasa syukur dari para hambanya. Kuasa Allah akan tetap abadi, karena kitalah orang-orang yang sangat membutuhkan nikmat-nikmat dari Allah Ta’ala tersebut. Coba simak hadis di bawah ini. يَا عِبَادِى لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَتْقَى قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَا زَادَ ذَلِكَ فِى مُلْكِى شَيْئًا يَا عِبَادِى لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَفْجَرِ قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِنْ مُلْكِى شَيْئًا “Wahai hamba-Ku, kalau orang-orang terdahulu dan yang terakhir di antara kalian, sekalian manusia dan jin, mereka itu bertakwa seperti orang yang paling bertakwa di antara kalian, tidak akan menambah kekuasaan-Ku sedikit pun. Jika orang-orang yang terdahulu dan yang terakhir di antara kalian, sekalian manusia dan jin, mereka itu berhati jahat seperti orang yang paling jahat di antara kalian, tidak akan mengurangi kekuasaan-Ku sedikit pun juga.” HR. Muslim, No. 2577. Nah, dari penjelasan di atas, dapat kita ambil kesimpulan bahwa rasa syukur terhadap nikmat Allah memang sepatutnya kita miliki. Tidak tergantung pada sebesar apa atau sekecil apa yang Allah berikan kepada kita, perasaan dan tindakan syukur tersebut merupakan wujud kita sebagai hamba yang beriman dan bertaqwa. Allah tidak membutuhkan kita untuk bersyukur, kuasanya akan selalu abadi. Akan tetapi, kita perlu bersyukur agar senantiasa diberikan nikmat yang melimpah sampai akhir hayat kita. Hadis dan ayat AlQuran tentang bersyukur Depositphotos Sudah paham apa itu syukur dan kenapa kita harus bersyukur terhadap pemberian dari Allah? Nah, berikut ini terdapat daftar hadis dan ayat dari Al Quran yang membahas mengenai perkara syukur tersebut. Yuk, simak sama-sama sampai akhir, Sedulur! 1. Ayat AlQuran tentang bersyukur, Ad Duha ayat 11 وَاَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ “Dan terhadap nikmat Tuhanmu hendaklah engkau nyatakan dengan bersyukur.” QS. Ad Duha11. 2. Luqman ayat 12 وَلَقَدْ اٰتَيْنَا لُقْمٰنَ الْحِكْمَةَ اَنِ اشْكُرْ لِلّٰهِ ۗوَمَنْ يَّشْكُرْ فَاِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهٖۚ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ حَمِيْدٌ “Dan sungguh, telah Kami berikan hikmah kepada Lukman, yaitu, Bersyukurlah kepada Allah! Dan barangsiapa bersyukur kepada Allah, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa tidak bersyukur kufur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya, Maha Terpuji.’” QS. Luqman12. BACA JUGA Pengertian Regulasi Beserta Bentuk, Jenis, dan Tujuannya 3. Ayat AlQuran tentang bersyukur, Ibrahim ayat 7 وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ “Dan ingatlah ketika Tuhanmu memaklumkan, Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah nikmat kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari nikmat-Ku, maka pasti azab-Ku sangat berat.’” QS. Ibrahim7. 4. Ayat AlQuran tentang bersyukur, An Nahl ayat 18 وَاِنْ تَعُدُّوْا نِعْمَةَ اللّٰهِ لَا تُحْصُوْهَا ۗاِنَّ اللّٰهَ لَغَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ “Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh, Allah benar-benar Maha Pengampun, Maha Penyayang.” QS. An Nahl18 BACA JUGA 12 Rahasia Kucing yang Jarang Diketahui Orang, Jangan Salah! 5. Ayat AlQuran tentang bersyukur, Al Baqarah ayat 152 فَاذْكُرُوْنِيْٓ اَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْا لِيْ وَلَا تَكْفُرُوْنِ “Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat pula kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari nikmat-Ku,” QS. Al Baqarah152. 6. Ayat AlQuran tentang bersyukur, Al Jasiyah ayat 12 اَللّٰهُ الَّذِيْ سَخَّرَ لَكُمُ الْبَحْرَ لِتَجْرِيَ الْفُلْكُ فِيْهِ بِاَمْرِهٖ وَلِتَبْتَغُوْا مِنْ فَضْلِهٖ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَۚ “Allah-lah yang menundukkan laut untukmu agar kapal-kapal dapat berlayar di atasnya dengan perintah-Nya, dan agar kamu dapat mencari sebagian karunia-Nya dan agar kamu bersyukur.” QS. Al Jasiyah12. BACA JUGA 13 Jenis Ikan Oscar, Predator Menawan yang Memikat Mata! 7. Ayat AlQuran tentang bersyukur, An Naml ayat 40 قَالَ ٱلَّذِى عِندَهُۥ عِلْمٌ مِّنَ ٱلْكِتَٰبِ أَنَا۠ ءَاتِيكَ بِهِۦ قَبْلَ أَن يَرْتَدَّ إِلَيْكَ طَرْفُكَ ۚ فَلَمَّا رَءَاهُ مُسْتَقِرًّا عِندَهُۥ قَالَ هَٰذَا مِن فَضْلِ رَبِّى لِيَبْلُوَنِىٓ ءَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ ۖ وَمَن شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِۦ ۖ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّى غَنِىٌّ كَرِيمٌ “Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari Al Kitab Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip’. Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, dia pun berkata Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari akan nikmat-Nya. Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk kebaikan dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia’.” QS. An Naml40. 8. HR. Ahmad, No. 4278 مَنْ لَمْ يَشْكُرِ الْقَلِيلَ لَمْ يَشْكُرِ الْكَثِيرَ “Barang siapa yang tidak mensyukuri sesuatu yang sedikit, maka ia tidak akan mampu mensyukuri sesuatu yang banyak.” HR. Ahmad, No. 4278. BACA JUGA Doa Nurbuat Pengertian, Bacaan, Manfaat dan Keutamaannya 9. HR. Muslim, No. 2999 عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ “Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Seluruhnya urusannya itu baik. Ini tidaklah didapati kecuali pada seorang mukmin. Jika mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur. Itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar. Itu pun baik baginya.” HR. Muslim, No. 2999. 10. HR. Muslim, No. 73 مُطِرَ النَّاسُ على عهدِ النَّبيِّ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ فقالَ النَّبيُّ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ أصبحَ منَ النَّاسِ شاكرٌ ومنهم كافرٌ قالوا هذهِ رحمةُ اللَّهِ وقالَ بعضُهم لقد صدقَ نوءُ كذا وكذا “Ketika itu hujan turun di masa Nabi shallallahu alaihi wasallam, lalu Nabi bersabda, Atas hujan ini, ada manusia yang bersyukur dan ada yang kufur nikmat. Orang yang bersyukur berkata, Inilah rahmat Allah.’ Orang yang kufur nikmat berkata, Oh pantas saja tadi ada tanda begini dan begitu,’’.” HR. Muslim, 11. HR. Abu Daud, No. 1672 مَنْ صَنَعَ إِلَيْكُمْ مَعْرُوفًا فَكَافِئُوهُ، فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا مَا تُكَافِئُونَهُ فَادْعُوا لَهُ حَتَّى تَرَوْا أَنَّكُمْ قَدْ كَافَأْتُمُوهُ “Barangsiapa yang telah berbuat suatu kebaikan padamu, maka balaslah dengan yang serupa. Jika engkau tidak bisa membalasnya dengan yang serupa maka doakanlah ia hingga engkau mengira doamu tersebut bisa sudah membalas dengan serupa atas kebaikan ia.” HR. Abu Daud, No. 1672. 12. HR. Tirmidzi, No. 2167 مَن صُنِعَ إليهِ معروفٌ فقالَ لفاعلِهِ جزاكَ اللَّهُ خيرًا فقد أبلغَ في الثَّناءِ “Barangsiapa yang diberikan satu kebaikan kepadanya lalu dia membalasnya dengan mengatakan, Jazaakallahu khair’ semoga Allah membalasmu dengan kebaikan, maka sungguh hal itu telah mencukupinya dalam menyatakan rasa syukurnya.” HR. Tirmidzi, No. 2167. 13. HR. Abu Daud, No. 4811 dan HR. Tirmidzi, No. 1954 لاَ يَشْكُرُ اللَّهَ مَنْ لاَ يَشْكُرُ النَّاسَ “Tidak dikatakan bersyukur pada Allah bagi siapa yang tidak tahu berterima kasih pada manusia.” HR. Abu Daud, No. 4811 dan HR. Tirmidzi, No. 1954. Nah Sedulur, demikian ulasan singkat mengenai hadis dan ayat AlQuran tentang bersyukur. Pengertian syukur secara bahasa dapat dipahami sebagai menunjukkan pujian pada seseorang atas kebaikan yang ia perbuat. Ketika kita memberikan wujud syukur kepada Allah, maka dengan kata lain kita memuji-Nya sebagai balasan atas nikmat yang diberikan dengan cara melakukan ketaatan kepada-Nya. Semoga uraian di atas dapat membuat kita menjadi Muslim yang lebih taat kepada Allah Ta’ala, ya Sedulur!
Teks Jawaban Syukur adalah balasan atas kebaikan. Serta sanjungan terbaik kepada orang yang telah memberikan kebaikan. Yang paling berhak mendapatkan syukur dan sanjungan seorang hamba adalah Allah Jalla Jalaluhu. Karena agungnya kenikmatan yang diberikan kepada para hamba-Nya baik agama maupun dunia. Dimana Allah telah memerintahkan kepada kita untuk mensyukuri nikmat-nikmat itu dan tidak mengingkarinya. Allah berfirman فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلا تَكْفُرُونِ البقرة/ 152 “Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat pula kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari nikmat-Ku.” QS. Al-Baqarah 152 Kedua Orang yang paling besar menunaikan perintah ini dan menyukuri Tuhannya serta berhak mendapatkan gelar Orang yang bersyukur dan Pandai bersyukur adalah para Nabi dan dan para utusan-Nya alaihimus salam. Allah berfirman إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً قَانِتاً لِلَّهِ حَنِيفاً وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِينَ . شَاكِراً لَأَنْعُمِهِ اجْتَبَاهُ وَهَدَاهُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ النحل/ 120 ، 121 “Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan, lagi yang mensyukuri nikmat-nikmat Allah. Allah telah memilihnya dan menunjukinya kepada jalan yang lurus.” QS. An-Nahl 120-121. Allah juga berfirman yang artinya, “yaitu anak cucu dari orang-orang yang Kami bawa bersama-sama Nuh. Sesungguhnya dia adalah hamba Allah yang banyak bersyukur.” QS. Al-Isro’ 3. Ketiga Allah telah menyebutkan sebagian nikmat-nikmat-Nya kepada para hamba-Nya dan memerintahkan mereka untuk mensyukurinya. Dan Allah memberitahukan kepada kita bahwa sedikit sekali diantara hamba-hamba-Nya yang menunaikan syukur kepada-Nya. Allah berfirman يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ البقرة 172 “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.” QS. Al-baqarah 172 وَلَقَدْ مَكَّنَّاكُمْ فِي الْأَرْضِ وَجَعَلْنَا لَكُمْ فِيهَا مَعَايِشَ قَلِيلاً مَا تَشْكُرُونَ الأعراف/ 10 “Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi sumber penghidupan. Amat sedikitlah kamu bersyukur.” QS. Al-A’raf 10 Diantara firman-Nya lagi yang artinya, “Dan di antara tanda-tanda kekuasan-Nya adalah bahwa Dia mengirimkan angin sebagai pembawa berita gembira dan untuk merasakan kepadamu sebagian dari rahmat-Nya dan supaya kapal dapat berlayar dengan perintah-Nya dan juga supaya kamu dapat mencari karunia-Nya; mudah-mudahn kamu bersyukur.” QS. Ar-Rum 46. Diantara kenikmatan dunia adalah firman Allah ta’ala, “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan basuh kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air kakus atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik bersih; sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.” QS. Al-Maidah 6 Dan nikmat-nikmat lainnya yang begitu banyak. Kami sebutkan sebagian kecil saja, kalau semuanya tidak akan mungkin bisa menghitungnya. Sebagaimana firman Allah ta’ala وَآتَاكُمْ مِنْ كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَتَ اللَّهِ لا تُحْصُوهَا إِنَّ الْأِنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ إبراهيم 34 “Dan Dia telah memberikan kepadamu keperluanmu dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari nikmat Allah.” QS. Ibrohim 34. Kemudian Allah memberikan kepada kita kenikmatan-kenikmatan, dan telah mengampuni kita atas kekurang dalam menyukuri nikmat-nikmat tersebut, seraya berfirman وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لا تُحْصُوهَا إِنَّ اللَّهَ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ النحل 18 “Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” QS. An-Nahl 18. Seorang muslim hendaknya senantiasa memohon kepada Tuhannya untuk membantunya dalam bersyukur kepada-Nya. Kalau bukan karena taufiq dan bantuan Allah kepada hamba-Nya. Maka tidak akan mendapatkan kesyukuran. Oleh karena itu dianjurkan dalam sunah yang shoheh meminta bantuan kepada Allah untuk dapat bersyukur kepada-Nya. عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخَذَ بِيَدِهِ وَقَالَ يَا مُعَاذُ ، وَاللَّهِ إِنِّي لَأُحِبُّكَ ، وَاللَّهِ إِنِّي لَأُحِبُّكَ ، فَقَالَ أُوصِيكَ يَا مُعَاذُ لَا تَدَعَنَّ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ تَقُولُ اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ ، وَشُكْرِكَ ، وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ . رواه أبو داود 1522 والنسائي 1303 ، وصححه الألباني في " صحيح أبي داود “Dari Muad bin Jabal sesungguhnya Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam memegang tangannya seraya mengatakan, “Wahai Muad, demi Allah saya cinta kepadamu karena Allah. Demi Allah saya cinta kepadamu karena Allah. Beliau melanjutkan,”Saya wasiatkan kepada wahai Muad, jangan engkau tinggalkan setiap selesai shalat berdoa اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ ، وَشُكْرِكَ ، وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ “Ya Allah bantulah saya untuk mengingat dan mensyukuri kepada-Mu serta memperbaiki ibadah kepada-Mu. HR. Abu Dawud, 1522. Nasa’I, 1303. Dinyatakan shoheh oleh Albani di Shoheh Abi Dawud. Dan bersyukur terhadap nikmat menjadi sebab bertambahnya nikmat sebagaimana Allah firmankan وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ إبراهيم/ 7 “Dan ingatlah juga, tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah nikmat kepadamu, dan jika kamu mengingkari nikmat-Ku, maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." QS. Ibrohim 7 Keempat Bagaimana seorang hamba bersyukur kepada Tuhannya atas nikmat yang agung ini? Bersyukur depat dengan merealisasikan pilar-pilarnya, yaitu syukur hati, syukur lisan dan syukur anggota badan. Ibnu Qoyyim rahimahullah mengatakan, “Bersyukur bisa dengan hati dengan cara khudu’ merendahkan diri dan menyandarkan kepada-Nya. Secara lisan dengan menyanjung dan mengakuinya. Secara anggota tubuh dengan ketaatan dan pelaksanaan. “Madarijus salikin, 2/246. Penjelasan hal itu adalah Syukur hati, artinya hati merasakan harga suatu kenikmatan yang Allah berikan kepada hamba-Nya. Menguatkan dalam hatinya pengakuan bahwa pemberi nikmat-nikmat nan agung ini adalah Allah saja tiada sekutu bagi-Nya Allah berfirman وَمَا بِكُم مِّن نِّعْمَةٍ فَمِنَ اللّهِ النحل/ 53 . “Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah datangnya” QS. An-Nahl 53 Pengakuan ini bukan sekedar anjuran akan tetapi merupakan suatu kewajiban. Siapa yang menyandarkan kenikmatan ini kepada selain Allah, maka dia telah kafir. Syekh Abdurrahman As-Sa’dy rahimahullah mengatakan, “Seharusnya seorang hamba menyandarkan semua kenikmatan kepada Allah saja baik ucapan maupun pengakuan. Hal itu dapat menyempurnakan ketauhidan. Siapa yang mengingkari nikmat-nikmat Allah dengan hati dan lisannya, maka dia telah kafir. Tidak mendapatkan bagian apapun dari agama. Siapa yang menetapkan dengan hati bahwa semua kenikmatan hanya dari Allah semata, terkadang dengan lisannya menyandarkan kepada Allah dan terkadang menyandarkan kepada diri dan perbuatannya serta usaha orang lain –sebagaimana yang seringkali terucap pada kebanyakan orang – maka dia harus bertaubat. Dan jangan menyandarkan kenikmatan melainkan kepada pemiliknya. Dan dirinya harus berusaha dengan kuat untuk mendapatkan hal itu. Keimanan dan ketauhidan tidak dapat direalisasikan kecuali dengan menyandarkan semua kenikmatan kepada Allah baik ucapan maupun pengakuan. Karena syukur yang merupakan pokok keimanan terdiri dari tiga pilar, pengakuan hati dari semua kenikmatan yang diberikan kepadanya dan kepada orang lain. memperbincangkan dan menyanjung kepada Allah. serta meminta pertolongan dengan kenikmatan tersebut dalam rangka ketaatan dan beribadah kepada Pemberi nikmat. “Al-Qoul Sadid Fi Maqosidit Tauhid, hal. 140. Allah berfirman ketika menjelaskan kondisi orang yang mengingkari menyandarkan kenikmatan kepada Allah يَعْرِفُونَ نِعْمَتَ اللّهِ ثُمَّ يُنكِرُونَهَا وَأَكْثَرُهُمُ الْكَافِرُونَ النحل/ 83 “Mereka mengetahui nikmat Allah, kemudian mereka mengingkarinya dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang kafir.” QS. AN-Nahl 83 Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Maksudnya adalah mereka mengetahui bahwa Allah yang memberikan dan mengutamakan nikmat untuknya, meskipun begitu mereka mengingkarinya. Dan menyembah kepada-Nya dengan lain-Nya. Serta menyandarkan pertolongan dan rizki kepada selain Allah.” Tafsir Ibnu Katsir, 4/592. Syukur lisan. Yaitu mengakui dengan kata-kata –setelah meyakini dalam hati- bahwa Pemberi nikmat yang sebenarnya adalah Allah Ta’ala. Menyibukkan lisan dengan menyanjung kepada Allah Azza Wa jalla. Allah befirman ketika menjelasan kenikmatan yang diberikan kepada hamba-Nya Muhammad sallallahu alaihi wa sallam وَوَجَدَكَ عَائِلاً فَأَغْنَى الضحى/ 8 “Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan.” QS. Ad-Dhuha 8 Kemudian diiringi dengan perintah Allah وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ الضحى/ 11 “Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu siarkan.” QS. Ad-Dhuha 11 Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Maksudnya adalah sebagaimana kamu dahulu kekurangan dan fakir maka Allah cukupkan, maka perbincangkan kenikmatan Allah kepada Anda. “Tafsir Ibnu Katsir, 8/427. Dari Anas bin Malik berkata, Rasulullah sallallahu alahi wa sallam bersabda إِنَّ اللَّهَ لَيَرْضَى عَنْ الْعَبْدِ أَنْ يَأْكُلَ الْأَكْلَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا ، أَوْ يَشْرَبَ الشَّرْبَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا رواه مسلم 2734 “Sesungguhnya Allah rela seorang hamba ketika mengkonsumsi suatu makanan, kemudian memuji kepada-Nya. Atau meminum suatu minuman kemudian memuji kepada-Nya. HR. Muslim, 2734. Abul Abbas Qurtubi rahimahullah mengatakan, “Memuji disini punya arti bersyukur. Kami telah ketengahkan bahwa memuji ditempatkan di posisi syukur. Dan syukur tidak ditempatkan di posisi memuji Hamdu. Hal itu menunjukkan bahwa mensyukiri kenikmatan – kalau anda katakan – merupakan sebab mendapatkan keredoan Allah. dimana hal itu merupakan kondisi terbaik bagi penduduk surga. Nanti akan ada firman Allah terkait dengan penduduk surga ketika mengatakan Engkau telah memberikan kami yang belum pernah diberikan kepada seorangpun dari makhluk-Mu. Maka Allah berfirman, “Apakah kamu semua mau Saya berikan yang lebih baik dari itu? Semua penduduk surga mengatakan, “Apa itu? Tidakkah Engkau telah memutihkan wajah kami, dan memasukkan kami ke surga serta dijauhkan dari neraka? Maka Allah berfirman, “Saya halalkan keredoanKu untuk kalian semua. Saya tidak akan marah kepada kamu semua selamanya. Syukur merupakan sebab penghormatan yang agung semacam itu karena mengandung pengetahuan kepada Pemberi nikmat. Hanya Dia sendiri yang menciptakan nikmat itu. Serta mendistribusikan kepada orang yang diberi nikmat. Sebagai kelebihan, kedermawanan dan kenikmatan dari Pemberi nikmat. Dan yang diberi nikmat itu fakir, membutuhkan kenikmatan itu. Pengetahuan itu mengandung pengertian akan hak dan keutamaan Allah. serta hak seorang hamba yang kurang. Sehingga Allah memberikan balasan atas pengetahuan dan kemulyaan nan tinggi. “Al-Mufhim Lima Asykal Min Talkhis Kitab Muslim, 7/60, 61. Dari sini sebagian ulama salaf mengatakan, “Siapa yang menyembunyikan kenikmatan, maka dia telah mengkufurinya. Siapa yang menampakkan dan menyebarkannya, maka dia telah mensyukurinya. Ibnu Qoyyim rahimahullah ketika memberi catatan seraya mengatakan, “Hal ini diambil dari perkataan Sesungguhnya ketika Allah memberikan nikmat kepada hamba-Nya, ingin diperlihatkan bekas nikmat kepada hambanya. “Madarikus Salikin, 2/246. Diriwayatkan dari Umar bin Abdul Aziz rahimahullah beliau mengungkapkan, “Saling mengingatkanlah kalian semua tentang kenikmatan-kenikmatan, hak mengingatnya termasuk bentuk syukur.” Sementara syukur anggota badan adalah mempergunakan anggota tubuhnya untuk ketaatan kepada Allah. dan menghindari agar tidak terjerumus kepada sesuatu yang dilarang oleh Allah dari bentuk kemaksiatan dan dosa. Allah berfirman اعْمَلُوا آلَ دَاوُدَ شُكْراً سـبأ/ من الآية 13 “Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur kepada Allah.” QS. Saba 13. Dari Aisyah radhiallahu anha berkata كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا صَلَّى قَامَ حَتَّى تَفَطَّرَ رِجْلَاهُ قَالَتْ عَائِشَةُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتَصْنَعُ هَذَا وَقَدْ غُفِرَ لَكَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ ؟ فَقَالَ يَا عَائِشَةُ أَفَلَا أَكُونُ عَبْدًا شَكُورًا . رواه البخاري 4557 ومسلم 2820 . Dahulu Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam berdiri shalat sampai bengkak kedua kakinya. Maka Aisyah bertanya, “Wahai Rasulullah, kenapa anda melakukan hal ini padahal telah diampuni dosa anda yang akan datang dan yang lalu? Maka beliau berkata, “Wahai Aisyah, apakah saya tidak boleh menjadi hamba yang yang pandai bersyukur.” HR. Buhori, 4557 dan Muslim, 2820. Ibnu Battol rahimahullah mengatakan, “Tobari mengatakan, yang benar dalam hal itu adalah bahwa syukurnya seorang hamba adalah pengakuan bahwa hal itu adalah dari Allah bukan yang lainnya. Dan pengakuan yang benar adalah dibuktikan dengan perbuatan. Sementara pengakuan yang tidak sesuai dengan perbuatannya, maka pelakunya tidak berhak menyandang orang yang bersyukur secara umum. Akan tetapi dikatakan syukur lisan saja. Dalil akan keabsahan hal tu adalah firman Allah Ta’ala اعْمَلُوا آلَ دَاوُدَ شُكْراً سـبأ/ من الآية 13 “Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur kepada Allah.” QS. Saba 13. Telah diketahui bahwa mereka tidak diperintahkan, ketika dikatakan kepada mereka untuk mengakui akan kenikmatan-kenikmatan-Nya. Karena mereka tidak mengingkari bahwa hal itu merupakan tambahan kelebihan dari-Nya. Sesungguhnya mereka diperintahkan bersyukur atas nikmat-Nya dengan perbuatan taat. Begitu juga sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam ketika kedua kakinya bengkak karena qiyamul lail, “Apakah saya tidak diperbolehkan menjadi hamba yang pandai bersyukur? Syarkh Shoheh Bukhori, 10/183, 184. Abu Harun mengatakan, “Saya masuk ke rumah Abu Hazim saya bertanya kepadanya, “Semoga Allah merohmati anda. bagaimana cara mensyukuri kedua mata? Maka beliau menjawab, “Kalau anda melihat kebaikan, maka anda akan mengingat-Nya. Kalau anda melihat kejelekan, anda tutupi. Saya bertanya, “Bagaimanacara syukur kedua telinga? Beliau menjawab, “Kalau anda mendengarkan kebaikan, maka anda tetap menjaganya. Kalau anda mendengar kejelekan, anda melupakannya. Ibnu Rajab Al-Hanbali rahimahullah mengatakan, “Syukur ada dua derajat, salah satunya asalah wajib. Yaitu dengan melakukan kewajiban dan menghindari larangan. Dan ini merupkan suatu keharusan . Hal ini cukup melakukan syukur atas nikmat-nikmat ini. Dari sini maka sebagian ulama salaf mengatakan, “Syukur adalah meninggalkan kemaksiatan.’ Sebagian lainnya mengatakan, “Syukur adalah tidak mempergunakan nikmat Allah untuk berbuat kemaksiatan. Abu Hazim Az-Zahid menyebutkan syukur anggota tubuh adalah mencegah dari kemaksiatan dan mempergunakan dalam ketaatan. Sementara beliau mengatakan, “Siapa yang bersyukur dengan lisannya dan tidak mensyukuri semua anggota tubuhnya, maka perumpamaannya seperti seseorang mempunyai kain penutup badan, kemudian dia memegang ujungnya tanpa dipakai. Hal itu tidak bermanfaat sama sekali. apakah hal itu dapat memberikan manfaat dari dingin, panas, es dan hujan. Tingkatan syukur kedua, syukur yang dianjurkan. Yaitu seorang hamba setelah menunaikan kewajiban dan menjauhi yang diharamkan. Melakukan amalan sunah. Dan ini derajat orang-orang yang pertama dan orang-orang yang dekat kepada Allah. Jami’ Ulum wal hikam, hal. 245, 246. Kesimpulan Agar senantiasa bersyukur kepada Tuhan anda terhadap nikmat yang telah diberikan kepada anda, maka anda harus mengakui dalam hati anda, bahwa pemberi nikmat ini adalah Allah. maka hendaknya anda agungkan dan sandarkan kepada-Nya. Anda mengakuinya dengan lisan, anda bersyukur setelah bangun tidur diberikan kehidupan lagi bagi anda. setelah makan dan minum merupakan pemberian rizki dan kelebihan untuk anda. Dan lakukan seperti itu pada semua kenikmatan yang diberikan kepada anda. Sementara syukur anda dengan anggota tubuh adalah agar jangan sampai menjadikan apa yang anda lihat dan dengar ke arah kemaksiatan atau kemungkaran. Seperti menyanyi, mengguncing. Dan jangan berjalan dengan kedua kaki anda ke tempat-tempat kemungkaran. Jangan anda pergunakan kedua tangan anda untuk kemungkaran. Seperti menulis surat yang dilarang dengan menjalin hubungan dengan wanita asing. Atau menulis akad yang diharamkan atau membuat sesuatu atau melakukan amalan yang diharamkan. Diantara mensyukuri kenikmatan dengan anggota tubuh adalah mempergunakannya untuk ketaatan kepada Allah Ta’ala dengan tilawah Qur’an, menulis ilmu, mendengarkan sesuatu yang bermanfaat dan begitu juga dengan anggota tubuh lainnya digunakan untuk ketaatan yang berbeda-beda. Ketahuilah bahwa mensyukuri suatu kenikmatan masih membutuhkan syukur. Begitu juga seorang hamba senantiasa dalam kenikmatan Tuhannya. Dia mensyukuri nikmat-nikmat itu. Dan memuji-Nya ketika diberi taufik menjadi orang-orang yang bersyukur. Kita memohon kepada Allah agar kita dan anda diberi taufik dengan apa yang dicintai dan diredoi-Nya. Wallahu alama
قول الله تعالى وَلَئِنْ أَذَقْنَاهُ رَحْمَةً مِنَّا مِنْ بَعْدِ ضَرَّاءَ مَسَّتْهُ لَيَقُولَنَّ هَذَا لِي Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA. Matan Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, وَلَئِنْ أَذَقْنَاهُ رَحْمَةً مِنَّا مِنْ بَعْدِ ضَرَّاءَ مَسَّتْهُ لَيَقُولَنَّ هَذَا لِي وَمَا أَظُنُّ السَّاعَةَ قَائِمَةً وَلَئِنْ رُجِعْتُ إِلَى رَبِّي إِنَّ لِي عِنْدَهُ لَلْحُسْنَى فَلَنُنَبِّئَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِمَا عَمِلُوا وَلَنُذِيقَنَّهُمْ مِنْ عَذَابٍ غَلِيظٍ “Dan jika Kami berikan kepadanya suatu rahmat dari Kami setelah ditimpa kesusahan, pastilah dia berkata, Ini adalah hakku, dan aku tidak yakin bahwa hari Kiamat itu akan terjadi. Dan jika aku dikembalikan kepada Tuhanku, sesungguhnya aku akan memperoleh kebaikan di sisi-Nya’. Maka sungguh, akan Kami beritahukan kepada orang-orang kafir tentang apa yang telah mereka kerjakan, dan sungguh, akan Kami timpakan kepada mereka azab yang berat.” QS. Fushshilat 50 Mujahid berkata tentang tafsir ayat ini, هَذَا بِعَمَلِي، وَأَنَا مَحْقُوْقٌ بِهِ “Ini adalah hakku yaitu rahmat ini adalah karena jerih payahku, dan aku berkah mendapatkannya.” Ibnu Abbas radhiallahu anhu berkata, يُرِيْدُ مِنْ عِنْدِي “yaitu ini adalah dari diriku sendiri.” Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِنْدِي “Qarun berkata Sesungguhnya aku diberi harta itu, semata-mata karena ilmu yang ada padauk.” QS. Al-Qashash 78 Qatadah berkata menafsirkan ayat ini, عَلَى عِلْمٍ مِنِّيْ بِوُجُوْهِ الْمَكَاسِبِ “Maksudnya karena ilmu pengetahuanku tentang cara-cara berusaha.” Ahli Tafsir lainnya mengatakan, عَلَى عِلْمٍ مِنَ اللهِ أَنِّي لَهُ أَهْلٌ وَهَذَا مَعْنَى قَوْلِ مُجَاهِد أُوْتِيْتُهُ عَلَى شَرَفٍ “Yaitu Karena Allah mengetahui bahwa aku adalah orang yang layak menerima harta kekayaan tersebut’, dan inilah makna yang dimaksudkan Mujahid Aku diberi harta kekayaan atas kemualiaanku’.” Syarah Ayat dan juga perkataan para Ahli Tafsir di atas menjelaskan tentang orang-orang yang tidak bersyukur kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dan mereka kufur terhadap nikmat Allah Subhanahu wa ta’ala. Di antara bentuk kekufuran mereka atas nikmat Allah Subhanahu wa ta’ala adalah tatkala mereka diberi rahmat maka mereka berkata “Ini adalah hakku”. Perkataan ini termasuk kufur terhadap nikmat Allah dari dua sisi; pertama dia meyakini bahwa dia memang berhak mendapatkannya atau Allah tahu bahwa dia berhak mendapatkannya; kedua dari sisi dia meyakini bahwa harta, karunia, atau nikmat yang dia dapat adalah karena kepandaiannya dalam mencari karunia tersebut. Kedua bentuk tersebut merupakan bentuk kufur nikmat kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Ayat yang dibawakan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah dalam judul bab merupakan perkataan orang kafir. Hal ini terlihat jelas pada ayat sebelumnya di mana Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, لَا يَسْأَمُ الْإِنْسَانُ مِنْ دُعَاءِ الْخَيْرِ وَإِنْ مَسَّهُ الشَّرُّ فَيَئُوسٌ قَنُوطٌ “Manusia tidak jemu memohon kebaikan, dan jika ditimpa malapetaka, mereka berputus asa dan hilang harapannya.” QS. Fushshilat 49 Kemudian setelah itu Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, وَلَئِنْ أَذَقْنَاهُ رَحْمَةً مِنَّا مِنْ بَعْدِ ضَرَّاءَ مَسَّتْهُ لَيَقُولَنَّ هَذَا لِي وَمَا أَظُنُّ السَّاعَةَ قَائِمَةً وَلَئِنْ رُجِعْتُ إِلَى رَبِّي إِنَّ لِي عِنْدَهُ لَلْحُسْنَى فَلَنُنَبِّئَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِمَا عَمِلُوا وَلَنُذِيقَنَّهُمْ مِنْ عَذَابٍ غَلِيظٍ “Dan jika Kami berikan kepadanya suatu rahmat dari Kami setelah ditimpa kesusahan, pastilah dia berkata, Ini adalah hakku, dan aku tidak yakin bahwa hari Kiamat itu akan terjadi. Dan jika aku dikembalikan kepada Tuhanku, sesungguhnya aku akan memperoleh kebaikan di sisi-Nya’. Maka sungguh, akan Kami beritahukan kepada orang-orang kafir tentang apa yang telah mereka kerjakan, dan sungguh, akan Kami timpakan kepada mereka azab yang berat.” QS. Fushshilat 50 Ayat ini jelas menunjukkan tentang perkataan orang-orang kafir karena mereka tidak meyakini adanya hari kiamat. Hal ini sama dengan perkataan Qorun yang diabadikan dalam Al-Quran, إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِنْدِي “Qarun berkata, Sesungguhnya aku diberi harta itu, semata-mata karena ilmu yang ada padaku’.” QS Al-Qashash 88 Ini adalah perkataan orang yang sombong dan angkuh, serta yang kufur kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Oleh karena itu, barangsiapa yang kufur terhadap nikmat Allah maka sesungguhnya dia telah bertasyabbuh dengan orang-orang kafir yang Allah sebutkan perkataan mereka dalam Al-Quran. [1] Syukur Syukur adalah ibadah yang agung, dan telah kita sebutkan tatkala kita membahas tentang sabar, Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, الإِيْمَان نِصْفَان نِصْفٌ فِي الصَّبْرِ، وَنِصْفٌ فِي الشُّكْرِ “Iman itu terdiri atas dua perkara, separuhnya sabar, dan separuhnya yang lain adalah syukur.”[2] Allah Subhanahu wa ta’ala juga berfirman dalam Al-Quran, إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِكُلِّ صَبَّارٍ شَكُورٍ “Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi setiap orang penyabar dan banyak bersyukur.” QS. Ibrahim 5 Manusia terkadang diuji sehingga akhirnya mereka bersabar, dan terkadang diberi kenikmatan sehingga mereka bersyukur. Maka barangsiapa yang bisa menggabungkan keduanya hal tersebut maka imannya sempurna. Saking begitu agungnya sifat syukur ini sampai-sampai para ulama khilaf tentang mana yang lebih utama antara orang miskin yang bersabar atau orang kaya yang bersyukur. Ada yang mengatakan bahwasanya orang miskin yang bersabar lebih utama daripada orang kaya yang bersyukur, dan ada yang mengatakan bahwa orang kaya bersyukur lebih utama daripada orang miskin yang bersabar. Akan tapi yang benar menurut Ibnu Taimiyah rahimahullah adalah siapa di antara mereka yang lebih bertakwa kepada Allah maka dialah yang lebih utama, baik itu si miskin lebih bertakwa dengan kesabarannya ataukah si kaya lebih bertakwa dengan syukurnya, hal ini dikarenakan sabar dan syukur itu bertingkat-tingkat sehingga yang lebih utama di antara keduanya adalah yang paling bertakwa kepada Allah, [3] Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa.” QS. Al-Hujurat 13 Oleh karena itu, orang-orang saleh dan para nabi ada yang kaya dan ada yang juga yang miskin, yang paling utama afdhal di antara mereka adalah yang paling bertakwa, baik dengan kesabarannya atau dengan syukurnya. Syukur adalah ibadah yang sangat agung, oleh karenanya hanya sedikit dari hamba-hamba Allah yang bisa bersyukur. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ “Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur.” QS. Saba’ 13 Kita telah sering sampaikan bahwasanya betapa banyak orang diuji dengan kemiskinan dan mereka bisa bersabar dan berhasil sehingga mereka masuk surga, namun di sana banyak pula orang yang diuji dengan kekayaan ternyata dia tidak berhasil karena dia tidak bisa bersyukur sehingga dimasukkan ke dalam neraka. Oleh karenanya Nabi Shallallahu alaihi wasallam bersabda, اطَّلَعْتُ فِي الجَنَّةِ فَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا الفُقَرَاءَ “Aku mendatangi surga maka kulihat kebanyakan penduduknya adalah orang miskin.”[4] Sabda Nabi Shallallahu alaihi wasallam ini merupakan dalil bahwasanya banyak orang yang diuji dengan kekayaan namun ternyata tidak lulus. Mengapa demikian? Sesungguhnya ujian kekayaan sangat menggoda dan sangat bisa membuat orang lupa diri, sombong dan angkuh, bisa membuat seseorang mudah bermaksiat. Adapun orang miskin, kalaupun jika mau bermaksiat dengan membeli narkoba atau membeli khamr misalnya, maka tidak bisa karena mereka tidak memiliki uang, mau pacaran tidak ada yang mau, karena tidak punya uang, akhirnya orang miskin bisa terhindar dari banyak bentuk kemaksiatan. Sehingga dengan tidak adanya sarana tersebut hatinya bisa jadi tidak terbetik untuk melakukan kemaksiatan-kemaksiatan tersebut. Adapun orang yang memiliki kekayaan sangat besar peluangnya untuk terjerumus dalam banyak bentuk kemaksiatan. Syukur memiliki syarat-syarat yang seseorang belum bisa dikatakan bersyukur kecuali dia memenuhi syarat-syarat tersebut. Syarat-syarat ini sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam kitabnya Thariiqul Hijratain dan Madaarij As-Salikin. Syarat-syarat syukur tersebut antara lain [5] الْاعْتِرَافُ بِالْقَلْبِ mengakui dalam hati Syarat syukur yang pertama adalah mengakui dalam hati, yaitu mengakui bahwa nikmat itu berasal dari Allah Subhanahu wa ta’ala. Agar seseorang bisa mengakui dengan hatinya bahwa suatu nikmat asalnya dari Allah, maka dia harus mengetahui dua hal yaitu Pertama مَعْرِفَةُ النِعْمَةَ mengenali nikmat Hal pertama yang Anda harus lakukan agar bisa bersyukur dengan hati adalah dengan mengetahui nikmat itu sendiri. Jika Anda tidak mengetahui suatu nikmat maka bagaimana Anda bisa bersyukur. Ketahuilah bahwa tahapan pertama ini saja sudah banyak dilupakan oleh orang-orang. Dia tidak sadar bahwasanya kesehatan yang dia rasakan adalah nikmat, dia tidak sadar bahwasanya negeri kita yang aman seperti ini adalah nikmati, dia tidak sadar bahwasanya dia bisa memandang dan mendengar adalah nikmat yang luar biasa. Manusia juga sering kali tidak sadar bahwasanya oksigen yang mereka hirup dengan gratis adalah nikmat yang juga tidak kalah luar biasanya, betapa banyak orang yang harus mengeluarkan biaya yang besar hanya untuk bisa bernafas dengan baik melalui tabung oksigen. Intinya, manusia sering kali lupa bahwa semua itu adalah di antara nikmat-nikmat, akhirnya karena luputnya mereka dari mengenal nikmat-nikmat tersebut menjadikan mereka tidak bersyukur. Oleh karena itu, yang paling pertama agar seseorang bisa bersyukur adalah mengenal terlebih dahulu apakah itu suatu nikmat atau tidak, karena kalau seseorang tidak mengenal hakikat suatu nikmat maka pasti dia tidak bisa bersyukur. Nabi Ibrahim alaihissalam Allah sifati dalam firman-Nya, إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً قَانِتًا لِلَّهِ حَنِيفًا وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِينَ، شَاكِرًا لِأَنْعُمِهِ “Sungguh, Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan, patuh kepada Allah dan hanif. Dan dia bukanlah termasuk orang musyrik yang mempersekutukan Allah, dia mensyukuri nikmat-nikmat-Nya.” QS. An-Nahl 120-121 أَنْعُمِهِ merupakan wazan dari أَفْعُلْ yang artinya jamak yang menunjukkan sedikit kurang dari sepuluh, dan Asy-Syaukani rahimahullah mengatakan yaitu maksudnya Nabi Ibrahim alaihissalam mensyukuri nikmat-nikmat yang kecil. Jika Nabi Ibrahim alaihissalam mensyukuri nikmat-nikmat yang kecil, maka bagaimana lagi dengan nikmat-nikmat yang besar? Tentu beliau pasti mensyukurinya. [6] Adapun kita seringnya hanya bersyukur pada nikmat-nikmat yang besar dan tampak, seperti baru bersyukur setelah beli mobil, padahal kesehatan hakikatnya adalah nikmat yang lebih besar daripada itu namun kita sering luput dari menysukurinya. Oleh karena itu, untuk syarat pertama ini saja sudah banyak membuat kita gugur menjadi hamba yang bersyukur. Kedua مَعْرِفَةُ المُنْعِم mengenal pemberi nikmat Hal kedua yang seseorang harus ketahui setelah mengenali nikmat adalah dia harus tahu siapa pemberi nikmat. Kenyataannya, dalam hal ini masih banyak pula orang-orang yang gagal. Misalnya ketika dia dikasih hadiah oleh kawannya, dia lupa bahwasanya hadiah itu asalnya dari Allah, karena kawannya itu hanyalah sebab. Maka jika seseorang lupa kepada sang pemberi sesungguhnya maka dia sesungguhnya dia tidak bersyukur. Tahapan kedua ini sangatlah penting, yaitu kita harus mengetahui bahwa apa yang kita rasakan semua asalnya dari Allah. Adapun yang sampai kepada kita melalui tangan-tangan hamba-Nya baik itu melalui bos kita, melalui istri kita, melalui anak-anak kita, itu semua diatur oleh Allah Subhanahu wa ta’ala. Setelah mengetahui kedua hal di atas maka barulah seseorang mengakui dengan hati bahwa semuanya adalah nikmat dari Allah Subhanahu wa ta’ala. Oleh karena itu, al-I’tiraf bilqalbi ada dua hal, Pertama adalah mengetahui bahwa seluruh nikmat asalnya dari Allah, karena Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ “Dan segala nikmat yang ada padamu datangnya dari Allah.” QS. An-Nahl 53 Kedua adalah janganlah seseorang merasa bahwa dia pantas mendapatkan suatu nikmat, karena jika seseorang sudah merasa bahwa dia pantas mendapatkan kenikmatan tersebut maka seringnya menjadikan dia jatuh ke dalam sifat ujub, dan jika seseorang telah ujub maka mana mau dia bersyukur kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Hal kedua ini juga tidak kalah pentingnya yaitu agar kita tidak merasa bahwa diri kita ini berhak mendapatkan nikmat. Misalnya saya seorang majikan dan memiliki pembantu, kalau pembantu saya bekerja baik maka pasti sebaik-baik perkerjaannya tetap saja yang pantas dia dapatkan mungkin berkisar 3-4 juta. Demikian pula dengan diri kita, shalat fardhu seringnya kita masih malas-malasan, shalat malam dikerjakan dengan kurang semangat atau bahkan ditinggalkan, sedekah masih jarang-jarang, berbakti kepada orang tua perhitungan, baca Al-Quran bisa dihitung jari, lantas bagaimana bisa kita mengatakan bahwa diri kita memang pantas nikmat tersebut? Sesungguhnya apa yang Allah berikan kepada kita di dunia itu jauh lebih banyak dan lebih besar daripada segala ibadah yang kita lakukan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Wahai saudaraku, dalam setiap harinya, berapa banyak waktu yang kita gunakan untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa ta’ala? Taruhlah kita beribadah totalnya 2-5 jam dalam setiap harinya, lantas apakah dengan waktu ibadah yang sedikit itu menjadikan kita mendapat nikmat yang begitu banyak? Bukankah jika pembantu atau karyawan yang kita pekerjakan dan dia hanya bekerja selama 3-5 jam sehari, apakah kita pantas memberinya gaji maksimal? Tentu tidak, bisa jadi dengan waktu seperti itu dia hanya digaji sekitar 1-2 juta setiap bulannya. Demikianlah dengan kita, jangan pernah kita merasa bahwa kita berhak mendapatkan nikmat yang banyak, sesungguhnya nikmat itu Allah berikan karena karunia Allah, karena Allah memang Maha Baik, Allah Al-Karim, adapun kita sejatinya tidak berhak mendapat nikmat tersebut. Maka kapan kita merasa berhak mendapatkan nikmat tersebut, maka kita akan terkena penyakit ujub dan kita tidak akan pandai bersyukur. الشُّكْرُ بِاللِّسَانِ bersyukur dengan lisan Syarat syukur yang kedua adalah bersyukur dengan lisan. Bersyukur dengan lisan yaitu dengan dua hal Pertama adalah dengan banyak memuji Allah Subhanahu wa ta’ala. Di antara bentuk memuji Allah adalah dengan banyak mengucapkan “Alhamdulillah”. Mengucapkan “Alhamdulillah” ketika selesai makan, ketika selesai minum, ketika mengenakan pakaian, dan yang lainnya. Maka dengan banyak memuji Allah Subhanahu wa ta’ala, berarti kita telah mengakui bahwasanya semua karunia nikmat ini datangnya dari Allah Subhanahu wa ta’ala. Kedua adalah dengan menceritakan nikmat yang didapatkan التَّحَدُّثُ بِالنِّعمَةِ. Menceritakan nikmat atau karunia ini maksudnya adalah kita cerita kepada orang-orang yang kita percayai, yang tidak hasad kepada kita, tentang nikmat yang kita dapatkan. Di antara hal mengapa kita harus sering-sering menyebut nikmat Allah tersebut adalah agar kita tidak lupa bahwa kita mendapatkan nikmat tersebut. Dan ini sebagaimana firman Allah Subhanahu wa ta’ala, وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ “Dan terhadap nikmat Tuhanmu hendaklah engkau sebut-sebut dengan bersyukur.” QS. Adh-Dhuha 11 Perlu untuk diketahui bahwa menceritakan nikmat di sini bukanlah menceritakan kepada semua orang, akan tetapi hanya kepada orang yang dekat dengan kita, sahabat kita yang tidak hasad sama kita, bukan malah menceritakan segala kenikmatan di sosial media yang akhirnya banyak orang bisa hasad kepada kita. Intinya, menyebut nikmat-nikmat tersebut adalah agar senantiasa ingat bahwa nikmat itu dari Allah Subhanahu wa ta’ala. Ketiga adalah menggunakan lisan untuk menisbahkan nikmat kepada Allah. Kesalahan yang sangat fatal apabila kita tidak melakukannya. Ketahuilah bahwa dalam perkara inilah Qarun salah, dan orang-orang kafir juga salah karena mengatakan “Ini adalah hakku” sebagaimana ayat yang telah kita sebutkan sebelumnya, وَلَئِنْ أَذَقْنَاهُ رَحْمَةً مِنَّا مِنْ بَعْدِ ضَرَّاءَ مَسَّتْهُ لَيَقُولَنَّ هَذَا لِي “Dan jika Kami berikan kepadanya suatu rahmat dari Kami setelah ditimpa kesusahan, pastilah dia berkata, Ini adalah hakku’.” QS. Fushshilat 50 Qarun dan orang-orang kafir di sini salah karena tidak menisbahkan rahmat kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Qarun dia berkata dengan mengatakan, إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِنْدِي “Sesungguhnya aku diberi harta itu, semata-mata karena ilmu yang ada padaku.” QS. Al-Qashash 78 Tentang Qarun, Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman dalam ayat-ayat sebelumnya, إِنَّ قَارُونَ كَانَ مِنْ قَوْمِ مُوسَى فَبَغَى عَلَيْهِمْ وَآتَيْنَاهُ مِنَ الْكُنُوزِ مَا إِنَّ مَفَاتِحَهُ لَتَنُوءُ بِالْعُصْبَةِ أُولِي الْقُوَّةِ “Sesungguhnya Qarun termasuk kaum Musa, tetapi dia berlaku zalim terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat.” QS. Al-Qashash 76 Ada yang mengatakan bahwa Qarun masih memiliki hubungan kekerabatan dengan Nabi Musa alaihissalam yang hanya saja dia melakukan kezaliman kepada kaumnya. Intinya, Qarun adalah orang yang sangat kaya raya sampai Allah Subhanahu wa ta’ala menyebutkan bahwa kunci-kunci perbendaharaan hartanya dipikul oleh banyak lelaki. Para Ahli Tafsir menyebut bahwasanya kunci-kunci perbendaharaan Qarun tersebut dipikul oleh empat puluh orang, ada yang mengatakan tujuh puluh orang, dan ada yang mengatakan dipikul oleh tujuh puluh bighol. [7] [8] Kalau kunci-kuncinya saja dipikul oleh orang atau hewan sebanyak itu maka tentu gudangnya juga sangat luas sekali. Saking banyaknya harta yang Qarun miliki akhirnya menjadikannya sombong. Akan tetapi kaumnya kemudian menasihatinya dengan berkata, إِذْ قَالَ لَهُ قَوْمُهُ لَا تَفْرَحْ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْفَرِحِينَ، وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ “Ingatlah ketika kaumnya berkata kepadanya, Janganlah engkau terlalu bangga. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang membanggakan diri’. Dan carilah pahala negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah kepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan’.” QS. Al-Qashash 76-77 Hukum asal dunia harta yang kita dapatkan dari Allah adalah untuk mencari akhirat. Oleh karena itu tidak benar pendapat yang mengatakan bahwa harus seimbang antara dunia dan akhirat, namun yang benar adalah dunia harta yang didapatkan kita gunakan untuk keperluan akhirat, untuk bersyukur kepada Allah, untuk berbakti kepada orang tua, untuk haji dan umrah, untuk sedekah, semuanya adalah untuk akhirat. Adapun anjuran untuk tidak melupakan sebagian dari dunia maksudnya adalah seseorang yang mencari akhirat hendaknya tidak melupakan bagiannya dari dunia, dia bisa bersenang-senang dengan harta yang dia miliki. Berbeda dengan sebaliknya, jika dikatakan “Carilah dunia namun jangan lupakan akhiratmu”, maka seakan-akan menunjukkan bahwa bersenang-senang dengan dunia adalah hukum asal, akhirnya bisa menjadikan seseorang mencari dunia sepuasnya lalu ingat akhirat hanya sesekali saja. Oleh karena itu, di sini banyak orang yang salah paham tentang ayat ini, seharusnya yang benar adalah hendaknya seseorang senantiasa mencari akhirat dengan menjadikan dunia sebagai sarananya, namun jangan lupakan bagiannya dari dunia. Intinya, setelah dinasihati dan ditegakkan hujjah kepadanya, Qarun ternyata malah mengatakan bahwa dunia yang dia dapatkan semuanya karena ilmu yang dia miliki. Qarun dan orang-orang kafir yang Allah sebutkan dalam ayat ke-50 pada surah Fushshilat menunjukkan bahwa mereka salah karena dua hal, yaitu karena mereka tidak menisbahkan nikmat kepada Allah, atau mereka salah karena mereka merasa pantas untuk mendapatkan nikmat tersebut. Hal ini sebagaimana penafsiran para ulama tentang maksud perkataan Qarun “عَلَى عِلْمٍ عِنْدِي”, yaitu para ulama menafsirkan bahwa maksudnya adalah Qarun berkata demikian karena dia pandai memiliki ilmu dalam bekerja dan mencari harta, atau maksudnya adalah ilmu Allah bahwasanya Qarun merasa berhak untuk mendapatkan harta tersebut. [9] Ini semua adalah kesalahan, karena kedua bentuk tersebut merupakan cerminan orang yang tidak bersyukur kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. الشُّكْرُ بِالْجَوَارِحِ bersyukur dengan anggota tubuh Syarat syukur yang ketiga adalah bersyukur dengan anggota badan beramal. Di antara bentuk bersyukur dengan anggota tubuh yaitu Pertama adalah dengan menampakkan nikmat tersebut dan tidak mengingkarinya. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa seorang sahabat berkata, أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي ثَوْبٍ دُونٍ، فَقَالَ أَلَكَ مَالٌ؟ قَالَ نَعَمْ، قَالَ مِنْ أَيِّ الْمَالِ؟ قَالَ قَدْ آتَانِي اللَّهُ مِنَ الإِبِلِ، وَالْغَنَمِ، وَالْخَيْلِ، وَالرَّقِيقِ، قَالَ فَإِذَا آتَاكَ اللَّهُ مَالًا فَلْيُرَ أَثَرُ نِعْمَةِ اللَّهِ عَلَيْكَ “Aku mendatangi Nabi Shallallahu alaihi wasallam dengan baju yang lusuh, maka beliau bertanya Apakah engkau mempunyai harta?’ Ia menjawab, Ya’. Beliau bertanya lagi Harta apa saja?’ Ia menjawab, Allah telah memberiku unta, kambing, kuda dan budak’. Beliau bersabda Jika Allah memberimu harta maka tampakkanlah wujud dari nikmat-Nya padamu’.”[10] Artinya, jika seseorang itu diberikan harta oleh Allah maka tampakkanlah karunia Allah tersebut, kalau dia orang yang kaya maka janganlah dia memakai pakaian yang lusuh lagi kotor, karena dengan begitu seakan-akan dia tidak diberi nikmat oleh Allah. [11] Akan tetapi perlu diingat menampakkan kenikmatan yang Allah Subhanahu wa ta’ala berikan bukan berarti harus menggunakan mobil yang mahal-mahal, harus menggunakan pakaian yang super mahal, dan tidak pula harus menggunakan jam yang terlalu mahal, akan tetapi sekadar menunjukkan bahwa kita sedang nyaman karena nikmat yang Allah berikan kepada kita. Menampakkan kenikmatan yang Allah berikan adalah di antara bentuk syukur dengan anggota badan, namun yang perlu untuk diingat adalah jangan sampai dengan menampakkan kenikmatan tersebut membuat kita sampai pada derajat kesombongan. Di antara bentuk kesalahan lain dalam menampakkan kenikmatan yang didapatkan adalah setiap kali bertemu orang hanya bisa selalu mengeluh, dia mengeluhkan perekonomian yang dia alami, padahal kenyataannya uang masih terus dia bisa dapatkan. Akhirnya dia tidak bersyukur kepada Allah dengan apa yang ada pada dirinya, baik dengan perkataan maupun penampilannya. Kedua adalah nikmat tersebut digunakan untuk bertakwa kepada Allah. Contohnya seperti bersedekah, haji dan umroh, berbakti kepada orang tua, dan yang lainnya. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman tentang beramal saleh, اعْمَلُوا آلَ دَاوُودَ شُكْرًا وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ “Beramallah wahai keluarga Daud untuk bersyukur kepada Allah. Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur.” QS. Saba’ 13 Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman kepada keluarga Daud yaitu Sulaiman alaihissalam agar dia beramal saleh sebagai bentuk syukur kepada Allah. Maka dari itu, bukti nyata seseorang bersyukur kepada Allah adalah dengan beramal saleh. Percuma orang-orang yang mengaku bahwa dirinya adalah orang yang bersyukur tapi dia tidak pernah bersedekah, malas shalat, malas ke masjid, malas berbakti kepada orang tua, maka pengakuan atas rasa syukurnya menjadi sebuah omong kosong belaka. Jika Anda bersyukur kepada Allah Subhanahu wa ta’ala maka buktinya adalah dengan beramal saleh. Dan pada ayat ini pula Allah Subhanahu wa ta’ala mengingatkan bahwa hanya sedikit dari hamba-hamba-Nya yang bersyukur kepada-Nya. Ketiga adalah nikmat tersebut tidak digunakan untuk bermaksiat kepada Allah. Hendaknya seseorang berhati-hati agar jangan sampai kenikmatan yang dia dapatkan lantas digunakan untuk bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Nabi Yusuf alaihissalam saat dia diajak berzina oleh Zulaikha, maka dia berkata, مَعَاذَ اللَّهِ إِنَّهُ رَبِّي أَحْسَنَ مَثْوَايَ “Aku berlindung kepada Allah, sungguh, tuanku Allah telah memperlakukan aku dengan baik.” QS. Yusuf 23 Yaitu Nabi Yusuf alaihissalam mengatakan bahwa bagaimana mungkin dia bisa berzina sementara Allah Subhanahu wa ta’ala telah memberinya begitu banyak kenikmatan. Oleh karena itu, tatkala di antara kita ada kecenderungan untuk bermaksiat maka ingatlah Allah, ingatlah bahwa Allah yang memberi kesehatan, Allah yang memberi harta dan perbendaharaan lainnya. Dengan mengingat segala kenikmatan yang Allah Subhanahu wa ta’ala maka kita akan malu untuk bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Bukankah kita sudah sangat sering melihat orang-orang yang diambil sebagian dari diri mereka nikmat, mereka tidak melihat atau cacat pada anggota tubuh lainnya, namun ternyata mereka sangat rajin ke masjid. Lantas apakah kita yang dengan nikmat yang begitu lengkap malah menggunakan nikmat tersebut untuk bermaksiat? Inilah di antara tiga bentuk rukun syukur, yaitu bersyukur dengan hati, bersyukur dengan lisan, dan bersyukur dengan anggota tubuh. Hukum tidak menisbahkan nikmat kepada Allah Tidak menisbahkan nikmat kepada Allah telah kita sebutkan bahwa bisa dengan salah satu dari dua cara, yaitu merasa berhak mendapatkannya atau mengatakan bahwa kenikmatan itu karena kepandaiannya. Tidak menisbahkan nikmat kepada Allah ini hukumnya syirik asghar dari sis tauhid rububiyah. Tauhid rububiyah artinya adalah hanya Allah yang memberikan rezeki dan kenikmatan, akan tetapi ketika seseorang kurang mengakuinya dengan menyatakan bahwa seakan-akan memang sebab dia pandai sehingga rezeki tersebut datang, atau karena dia tahu bahwa dirinya berhak sehingga wajib bagi Allah untuk memberinya rezeki, maka dia terjerumus dalam syirik asghar berkaitan dengan tauhid rububiyah. Hal ini menunjukkan bagaimana pentingnya untuk kita berhati-hati dalam berkata-kata. Para ulama mengingatkan bahwa hendaknya kita berhati-hati tatkala kita mendapat kenikmatan, yaitu ketika orang bertanya tentang nikmat jangan sampai kita bangga sehingga seakan-akan menunjukkan tidak adanya andil Allah dalam mendapatkan nikmat tersebut. Hali ini menjadi berbahaya karena bisa menjerumuskan seseorang dalam syirik lisan. Seseorang bisa sombong biasanya karena dia lupa untuk menisbahkan nikmat kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, adapun yang tahu bahwa semua kenikmatan yang dia dapatkan berasal dari Allah maka dia pasti tidak sombong. Matan Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, bahwasanya dia mendengar Nabi Shallallahu alaihi wasallam bersabda, إِنَّ ثَلاَثَةً فِي بَنِي إِسْرَائِيلَ أَبْرَصَ وَأَقْرَعَ وَأَعْمَى، فأراد الله أَنْ يبْتَلِيَهُمْ، فَبَعَثَ إِلَيْهِمْ مَلَكًا، فَأَتَى الأَبْرَصَ، فَقَالَ أَيُّ شَيْءٍ أَحَبُّ إِلَيْكَ؟ قَالَ لَوْنٌ حَسَنٌ، وَجِلْدٌ حَسَنٌ، قَدْ قَذِرَنِي النَّاسُ، قَالَ فَمَسَحَهُ فَذَهَبَ عَنْهُ قَذَرُهُ، فَأُعْطِيَ لَوْنًا حَسَنًا، وَجِلْدًا حَسَنًا، فَقَالَ أَيُّ المَالِ أَحَبُّ إِلَيْكَ؟ قَالَ الإِبِلُ، – أَوْ قَالَ البَقَرُ، شَكَّ إِسْحَاقُ، إِنَّ الأَبْرَصَ، وَالأَقْرَعَ، قَالَ أَحَدُهُمَا الإِبِلُ، وَقَالَ الآخَرُ البَقَرُ-، فَأُعْطِيَ نَاقَةً عُشَرَاءَ، فَقَالَ بَارَكَ اللهُ لَكَ فِيْهَا. “Ada tiga orang dari Bani Israil yang menderita sakit. Yang pertama menderita penyakit abrash, yang kedua penyakit aqra’, dan yang ketiga buta. Kemudian Allah ingin menguji mereka bertiga, maka diutuslah malaikat kepada mereka. Maka datanglah malaikat tersebut kepada orang yang berpenyakit abrash dan bertanya kepadanya; Apa yang paling kamu sukai?’. Orang tersebut menjawab; Aku ingin rupa yang bagus, kulit yang indah, dan penyakit yang menjijikkan banyak orang ini hilang dariku’. Maka malaikat mengusap kulitnya dan hilanglah penyakit itu, serta ia diberi rupa yang bagus dan kulit yang indah. Kemudian malaikat bertanya lagi; Harta apa yang paling kamu sukai?’. Orang tersebut menjawab; Unta atau sapi’, -perawi Ishaq ragu bahwa orang yang berpenyakit abrash ataukah yang berpenyakit aqra’. Yang satu berkata unta dan yang lainnya berkata sapi-[12]. Maka dia diberi untuk yang sedang hamil sepuluh bulan, lalu malaikat berkata; Semoga Allah memberkahimu pada unta tersebut’.” وَأَتَى الأَقْرَعَ فَقَالَ أَيُّ شَيْءٍ أَحَبُّ إِلَيْكَ؟ قَالَ شَعرٌ حَسَنٌ، وَيَذْهَبُ عَنِّي هَذَا الّذِي قَدْ قَذِرَنِي النَّاسُ، قَالَ فَمَسَحَهُ فَذَهَبَ عنه وَأُعْطِيَ شَعرًا حَسَنًا، قَالَ فَأَيُّ المَالِ أَحَبُّ إِلَيْكَ؟ قَالَ البَقَرُ، قَالَ فَأَعْطَاهُ بَقَرَةً حَامِلًا، وَقَالَ بَارَكَ اللهُ لَكَ فِيْهَا “Kemudian malaikat itu mendatangi orang yang berkepala botak berpenyakit aqra’ dan bertanya kepadanya; Apa yang paling kamu inginkan?’. Orang tersebut menjawab; “Saya ingin rambut yang indah dan menghilangkan penyakit menjijikkan di kepalaku yang membuat manusia lari dariku’. Maka malaikat itu mengusap kepala orang tersebut, dan seketika hilanglah penyakitnya, serta diberilah ia rambut yang indah. Kemudian malaikat bertanya lagi; Harta apa yang paling kamu senangi?’. Orang itu menjawab; Sapi’. Maka dia diberi seekor sapi yang sedang hamil lalu malaikat berkata; Semoga Allah memberkahimu pada sapi tersebut’.” وَأَتَى الأَعْمَى فَقَالَ أَيُّ شَيْءٍ أَحَبُّ إِلَيْكَ؟ قَالَ يَرُدُّ اللَّهُ إِلَيَّ بَصَرِي، فَأُبْصِرُ بِهِ النَّاسَ، قَالَ فَمَسَحَهُ فَرَدَّ اللَّهُ إِلَيْهِ بَصَرَهُ، قَالَ فَأَيُّ المَالِ أَحَبُّ إِلَيْكَ؟ قَالَ الغَنَمُ فَأَعْطَاهُ شَاةً وَالِدًا، “Kemudian malaikat mendatangi orang yang buta lalu bertanya kepadanya; Apa yang paling kamu inginkan?’. Orang ini menjawab; Semoga Allah berkenan mengembalikan penglihatanku, sehingga dengan penglihatan itu aku dapat melihat manusia’. Maka malaikat mengusap wajah orang tersebut dan seketika penglihatannya dikembalikan oleh Allah. Lalu malaikat bertanya lagi; Harta apa yang paling kamu senangi?’. Orang itu menjawab; Kambing’. Maka dia diberi seekor kambing yang akan melahirkan atau kambing yang sudah memiliki anak.” فَأُنْتِجَ هَذَانِ وَوَلَّدَ هَذَا، فَكَانَ لِهَذَا وَادٍ مِنْ إِبِلٍ، وَلِهَذَا وَادٍ مِنْ بَقَرٍ، وَلِهَذَا وَادٍ مِنْ غَنَمٍ “Maka kedua orang yang pertama tadi hewan-hewannya berkembang biak dengan banyak, begitu juga orang yang ketiga, sehingga yang pertama memiliki satu lembah unta, yang kedua memiliki satu lembah sapi, dan yang ketiga memiliki satu lembah kambing.” ثُمَّ إِنَّهُ أَتَى الأَبْرَصَ فِي صُورَتِهِ وَهَيْئَتِهِ، فَقَالَ رَجُلٌ مِسْكِينٌ، قَدْ انْقَطَعَتْ بِيَ الحِبَالُ فِي سَفَرِي، فَلاَ بَلاَغَ لي اليَوْمَ إِلَّا بِاللَّهِ ثُمَّ بِكَ، أَسْأَلُكَ بِالَّذِي أَعْطَاكَ اللَّوْنَ الحَسَنَ، وَالجِلْدَ الحَسَنَ، وَالْمَالَ، بَعِيرًا أَتَبَلَّغُ عَلَيْهِ فِي سَفَرِي، فَقَالَ لَهُ إِنَّ الحُقُوقَ كَثِيرَةٌ، فَقَالَ لَهُ كَأَنِّي أَعْرِفُكَ، أَلَمْ تَكُنْ أَبْرَصَ يَقْذَرُكَ النَّاسُ، فَقِيرًا فَأَعْطَاكَ اللَّهُ؟ فَقَالَ إِنَّمَا وَرِثْتُ هَذَا الْمَالَ كَابِرًا عَنْ كَابِرٍ، فَقَالَ إِنْ كُنْتَ كَاذِبًا فَصَيَّرَكَ اللَّهُ إِلَى مَا كُنْتَ “Kemudian malaikat itu mendatangi orang yang sebelumnya berpenyakit abrash dengan menyerupai dirinya saat masih berpenyakit abrash lalu berkata; Saya orang miskin yang bekalku sudah habis dalam perjalananku ini, tidak ada yang dapat meneruskan perjalananku ini kecuali pertolongan Allah, kemudian dengan pertolongan Anda. Aku memohon dengan menyebut nama Allah yang telah memberimu warna dan kulit yang bagus, dan harta berupa unta-unta, apakah kamu mau memberiku bekal agar aku dapat meneruskan perjalananku ini?’. Maka orang ini berkata; Sesungguhnya hak-hakku sangat banyak untuk aku tunaikan’. Lalu Malaikat bertanya kepadanya; Sepertinya aku mengenal Anda, bukankah Anda dahulu orang yang berpenyakit kusta sehingga manusia menjauhimu, dan kamu dalam keadaan fakir lalu Allah memberimu harta?’. Orang ini menjawab; Aku memiliki semua harta ini dari warisan’. Maka malaikat berkata; Seandainya kamu berdusta, semoga Allah mengembalikanmu kepada keadaanmu semula’.” وَأَتَى الأَقْرَعَ فِي صُورَتِهِ وَهَيْئَتِهِ، فَقَالَ لَهُ مِثْلَ مَا قَالَ لِهَذَا، فَرَدَّ عَلَيْهِ مِثْلَ مَا رَدَّ عَلَيْهِ هَذَا، فَقَالَ إِنْ كُنْتَ كَاذِبًا فَصَيَّرَكَ اللَّهُ إِلَى مَا كُنْتَ “Kemudian malaikat itu mendatangi orang yang dahulunya berpenyakit aqra’ dengan menyerupai dirinya saat berpenyakit aqra’, dan berkata kepadanya sebagaimana yang malaikat katakan kepada orang yang pertama, lalu orang yang dahulunya berpenyakit aqra’ ini menjawab seperti jawaban orang yang dahulunya berpenyakit abrash. Maka malaikat berkata; Seandainya kamu berdusta, semoga Allah mengembalikanmu kepada keadaanmu semula’.” وَأَتَى الأَعْمَى فِي صُورَتِهِ، فَقَالَ رَجُلٌ مِسْكِينٌ وَابْنُ سَبِيلٍ وَتَقَطَّعَتْ بِيَ الحِبَالُ فِي سَفَرِي، فَلاَ بَلاَغَ اليَوْمَ إِلَّا بِاللَّهِ ثُمَّ بِكَ، أَسْأَلُكَ بِالَّذِي رَدَّ عَلَيْكَ بَصَرَكَ شَاةً أَتَبَلَّغُ بِهَا فِي سَفَرِي، فَقَالَ قَدْ كُنْتُ أَعْمَى فَرَدَّ اللَّهُ إلي بَصَرِي، وَفَقِيرًا فَقَدْ أَغْنَانِي، فَخُذْ مَا شِئْتَ وَدَعْ مَا شِئْتَ، فَوَاللَّهِ لاَ أَجْهَدُكَ اليَوْمَ بِشَيْءٍ أَخَذْتَهُ لِلَّهِ، فَقَالَ أَمْسِكْ مَالَكَ، فَإِنَّمَا ابْتُلِيتُمْ، فَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنْكَ، وَسَخِطَ عَلَى صَاحِبَيْكَ “Kemudian malaikat mendatangi orang yang dahulunya buta dengan menyerupai dirinya saat masih buta, dan berkata kepadanya; Aku adalah orang miskin yang bekalku sudah habis dalam perjalananku ini, dan tidak ada yang dapat meneruskan perjalananku ini kecuali pertolongan Allah, kemudian dengan pertolongan Anda. Maka aku memohon kepadamu dengan nama Allah yang telah mengembalikan penglihatanmu, aku meminta seekor kambing saja untuk melanjutkan perjalananku’. Maka orang ini menjawab; Dahulu aku adalah orang yang buta, lalu Allah mengembalikan penglihatanku, dan aku juga dahulu seorang yang fakir lalu Allah memberiku kecukupan, maka dari itu ambillah yang engkau sukai dan tinggalkan apa yang tidak engkau sukai. Demi Allah, aku tidak akan menghalangimu untuk mengambil sesuatu yang engkau mengambilnya karena Allah’. Maka malaikat itu berkata; Peganglah hartamu. Sesungguhnya kalian hanya diuji oleh Allah, dan Allah telah ridha Anda dan murka kepada kedua teman Anda’.” Syarah Rasulullah Subhanahu wa ta’ala bercerita tentang kisah orang-orang terdahulu, dan ini sebagaimana metode Al-Quran dalam memberi peringatan, yaitu dengan menyebutkan kisah-kisah orang terdahulu agar kita mengambil pelajaran dari kisah tersebut. Nabi Shallallahu alaihi wasallam menceritakan tentang tiga orang dari Bani Israil yang diuji oleh Allah Subhanahu wa ta’ala dengan keburukan sekaligus diuji dengan kenikmatan. Dan kita tahu bahwa demikianlah Allah Subhanahu wa ta’ala terkadang memberi ujian kepada hamba-Nya dengan kebaikan dan terkadang pula dengan keburukan, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa ta’ala, كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ “Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan hanya kepada Kami kamu akan dikembalikan.” QS. Al-Anbiya’ 35 Setelah ketiga orang Bani Israil tersebut diuji dengan keburukan, maka kemudian mereka diberi ujian dengan kenikmatan. Segala penyakit yang sebelumnya mereka alami hilang dan mereka menjadi sehat. Setelah itu, mereka juga masing-masing diberi unta, sapi, dan kambing, yang semuanya berkembang biak dengan banyak setelah didoakan keberkahan oleh malaikat. Ketahuilah bahwa didoakan malaikat adalah di antara hal yang luar biasa, dan di antara yang bisa mendapatkan doa malaikat adalah seorang yang mendoakan saudaranya sementara saudaranya tersebut tidak tahu. Sebagaimana dalam sabda Nabi Shallallahu alaihi wasallam, دَعْوَةُ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لِأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ، عِنْدَ رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ كُلَّمَا دَعَا لِأَخِيهِ بِخَيْرٍ، قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ آمِينَ وَلَكَ بِمِثْلٍ “Doa seorang muslim untuk saudaranya sesama muslim dari kejauhan tanpa diketahui olehnya akan dikabulkan. Di atas kepalanya ada malaikat yang telah diutus, dan setiap kali ia berdoa untuk kebaikan, maka malaikat yang diutus tersebut akan mengucapkan Amin dan semoga engkau juga mendapatkan seperti itu’.”[13] Oleh karena itu, jikalau kita ingin doa kita dikabulkan oleh Allah maka hendaknya kita mendoakan saudara kita dengan apa yang kita cita-citakan inginkan. Jika kita ingin agar hutang kita lunas maka kita doakan saudara kita pula agar dilunaskan hutangnya, Jika kita ingin dimudahkan untuk berhaji dan umrah maka doakan saudara kita agar dimudahkan pula untuk berhaji dan umrah, karena dengan begitu malaikat akan mendoakan untuk kita apa yang kita doakan terhadap saudara kita. Oleh karena sebab doa malaikat sangat mudah untuk diijabah, maka di antara seorang yang harus berhati-hati adalah para istri yang tidak mau melayani suaminya. Jika suaminya ingin menggaulinya, kemudian tanpa alasan yang syar’i dia tidak mau melayani suaminya, kemudian suaminya tidur dalam kondisi marah, maka ingatlah sabda Nabi Shallallahu alaihi wasallam, إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ، فَأَبَتْ أَنْ تَجِيءَ، لَعَنَتْهَا المَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ “Jika seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur, lalu ia enggan untuk memenuhi ajakan suaminya, maka ia akan dilaknat Malaikat hingga pagi.”[14] Doa malaikat kepada seorang istri yang enggan melayani suaminya adalah doa keburukan, yaitu malaikat berdoa kepada Allah agar sang istri dijauhkan dari rahmat Allah Subhanahu wa ta’ala. Apakah Anda wahai para istri ingin didoakan keburukan oleh malaikat? Ingatlah bahwa doa malaikat sangat mudah untuk dikabulkan. Setelah beberapa waktu yang lama, di mana ketiga orang Bani Israil itu telah merasakan banyak kenikmatan dan lupa akan peristiwa malaikat yang datang kepadanya dan menyembuhkan mereka dengan izin Allah, malaikat kemudian mendatangi mereka dengan menyerupai diri-diri mereka saat masih sakit untuk menguji mereka. Akan tetapi dari ketiga orang tersebut, orang yang sebelumnya berpenyakit abrash dan aqra’ tidak lulus dengan ujian tersebut, mereka mengingkari nikmat harta yang mereka miliki datangnya dari Allah, mereka tidak menisbahkan nikmat kepada Allah, dan mengatakan bahwa harta tersebut adalah warisan nenek moyang mereka. Maka dari itu malaikat kemudian mendoakan kepada mereka keburukan. Adapun orang yang sebelumnya buta, dia lulus dari ujian kenikmatan yang Allah berikan kepadanya. Dia menyandarkan seluruh kenikmatan yang dia rasakan kepada Allah, dia menisbahkan nikmat penglihatannya kepada Allah. Oleh karena dia bersyukur kepada Allah, dia pun memberikan kepada malaikat yang menjelma sebagai manusia tersebut kambing yang dia kehendaki. Ada beberapa tafsiran para ulama atas perkataan orang buta yang mengatakan “أَجْهَدُكَ” aku tidak akan memberatkanmu. Ada yang mengatakan أَجْهَدُكَ maksudnya adalah orang itu berkata “Ambil saja, aku tidak merasa berat”. Pada riwayat yang lain disebutkan لَا اُحَمِّدُكَ yaitu maksudnya “Aku tidak membutuhkan pujianmu, ambillah yang engkau suka”, bahkan dalam riwayat yang lain لَا أَحْمَدُكَ yaitu maksudnya “Aku tidak memujimu jika engkau meninggalkan sesuatu karena merasa sungkan”. [15] Intinya, orang yang sebelumnya buta tersebut berhasil dalam menjalani ujian kenikmatan yang Allah berikan kepadanya, dan dia bersyukur kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Faedah Kisah Ada beberapa faedah dari kisah dalam hadits di atas yang bisa kita ambil di antaranya Pertama Tidak mengapa menceritakan kisah-kisah orang terdahulu selama kisah tersebut benar dan membawakan faedah. Terkadang, metode dakwah dengan menceritakan kisah-kisah itu baik, akan tetapi jangan terus-terusan atau mencukupkan dalam metode tersebut. Kedua Bersyukur kepada Allah dengan menisbahkan nikmat kepada Allah menjadikan nikmat tersebut dijaga oleh Allah Subhanahu wa ta’ala. Lebih daripada itu, bahkan sangat mungkin untuk ditambah oleh Allah Subhanahu wa ta’ala, sebagaimana dalam firman-Nya, لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah nikmat kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari nikmat-Ku, maka pasti azab-Ku sangat berat.” QS. Ibrahim 7 Maka adapun lupa untuk tidak bersyukur kepada Allah, tidak menisbahkan nikmat tersebut kepada Allah akan menyebabkan nikmat tersebut dicabut, sebagaimana yang dialami oleh orang yang berpenyakit abrash dan aqra’, karena dzahirnya doa malaikat kabulkan. Ketiga Orang yang qona’ah akan lebih mudah untuk bersyukur kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Contohnya seperti orang yang awalnya buta, dia qona’ah dengan hanya meminta agar bisa melihat kembali, dia tidak meminta yang berlebihan seperti ingin mata yang lentik atau mata yang tajam, akhirnya dia lebih mudah untuk bersyukur kepada Allah. Berbeda dengan orang yang tamak seperti orang yang berpenyakit abrash dan aqra’, karena mereka bukan hanya sekadar meminta kesembuhan, mereka meminta kesembuhan dan kulit serta rambut yang bagus, akhirnya keduanya sulit untuk bersyukur. Selain itu, orang yang berpenyakit abrash dan aqra’ ketika ditawarkan harta, mereka meminta unta dan sapi, adapun orang yang buta yang meminta kambing dan dia merasa cukup dengan itu. Oleh karena itu, tatkala seorang punya sifat qona’ah, maka dia mudah bersyukur kepada Allah, adapun orang yang tamak tidak pernah bersyukur karena dia selalu merendahkan apa yang dia dapatkan, sehingga selalu ingin lagi dan lagi. Keempat Allah menguji hamba-hamba-Nya dengan kenikmatan dan juga dengan kesulitan. Hal ini sebagaimana Allah menguji mereka bertiga dengan penyakit, kemudian Allah juga menguji mereka bertiga dengan kekayaan. Kelima Malaikat bisa menjelma menjadi manusia dengan bentuk yang Allah kehendaki. Keenam Doa malaikat sangat mudah untuk dikabulkan Ketujuh Boleh seseorang menyamar. Malaikat yang disebutkan dalam hadits menyamar dalam bentuk yang lain untuk memuji. Maka yang demikian hukumnya boleh jika ada maslahatnya. Misalnya seorang pemimpin menyamar menjadi seseorang yang tidak dikenali oleh anak buahnya, kemudian dia datang mengecek pekerjaan karyawannya, maka hal demikian tidak mengapa. Kedelapan Jika kita berdoa dengan suatu yang tidak pasti, maka kita boleh berdoa dengan doa muallaq doa dengan syarat. Yaitu seperti doa malaikat dalam hadits ini yang berkata, إِنْ كُنْتَ كَاذِبًا فَصَيَّرَكَ اللَّهُ إِلَى مَا كُنْتَ “Seandainya kamu berdusta, semoga Allah mengembalikanmu kepada keadaanmu semula.” Maka jika kita mendoakan seorang untuk kebaikan atau keburukan dan kita ragu, maka jangan kita langsung doakan dengan doa tersebut, akan kita mengatakan dengan kalimat “kalau memang”. Misalnya seorang ragu apakah orang meninggal yang akan dia doakan meninggal dalam keadaan muslim atau kafir, maka dia boleh berdoa dengan berkata “Ya Allah kalau memang dia seorang muslim maka ampuni dia”. Hal ini disebutkan dalam kitab-kitab fikih Syafi’iyah, yaitu kalau semisal terdapat jenazah yang bercampur antara muslim dan kafir, sementara yang muslim harus dishalatkan, maka tidak mengapa dia dengan doa muallaq. [16] Dalil akan hal ini di antaranya adalah kisah perkataan malaikat ini, dan juga doa istikharah yang Nabi Shallallahu alaihi wasallam ajarkan, اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ، وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ، وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ العَظِيمِ، فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلاَ أَقْدِرُ، وَتَعْلَمُ وَلاَ أَعْلَمُ، وَأَنْتَ عَلَّامُ الغُيُوبِ، اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَمْرَ خَيْرٌ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي – أَوْ قَالَ فِي عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ – فَاقْدُرْهُ لِي، وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَمْرَ شَرٌّ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي – أَوْ قَالَ فِي عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ – فَاصْرِفْهُ عَنِّي وَاصْرِفْنِي عَنْهُ، وَاقْدُرْ لِي الخَيْرَ حَيْثُ كَانَ، ثُمَّ رَضِّنِي بِه “Ya Allah jika Engkau mengetahui urusanku ini adalah baik untukku dalam agamaku, kehidupanku, serta akibat urusanku -atau berkata; baik di dunia atau di akhirat- maka takdirkanlah untukku serta mudahkanlah bagiku dan berilah berkah kepadaku. Adapun sebaliknya jika Engkau mengetahui bahwa urusanku ini buruk untukku, agamaku, kehidupanku, serta akibat urusanku, -atau berkata; baik di dunia ataupun di akhirat- maka jauhkanlah aku daripadanya, serta takdirkanlah untukku yang baik-baik saja, kemudian jadikanlah aku ridha dengannya.”[17] Kesembilan Tidak mengapa kita menyebutkan masa lalu buruk seseorang dalam rangka untuk mengingatkan dan bukan untuk mencela. Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh malaikat kepada dua orang dari Bani Israil, malaikat menyebut masa lalu orang yang berpenyakit abrash guna untuk mengingatkannya, dan juga malaikat menyebut masa lalu orang yang berpenyakit aqra’ guna untuk mengingatkannya pula akan nikmat Allah. Maka perlu untuk diingat bahwa mengingatkan akan masa lalu hanya boleh jika dalam rangka untuk menasihati, dan tidak boleh jika dalam rangka untuk mencela atau mengejek. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ “Janganlah kamu saling mencela satu sama lain dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk.” QS. Al-Hujurat 11 Artikel ini penggalan dari Buku Syarah Kitab At-Tauhid Karya Ustadz DR. Firanda Andirja, Lc. MA. _______________________ [1] Berkata imam Ibnu Al-Qoyyim rahimahullahu Ta’ala وَلْيَحْذَرْ كُلَّ الْحَذَرِ مِنْ طُغْيَانِ ” أَنَا “، ” وَلِي “، ” وَعِنْدِي “، فَإِنَّ هَذِهِ الْأَلْفَاظَ الثَّلَاثَةَ ابْتُلِيَ بِهَا إِبْلِيسُ وفرعون، وقارون، فَأَنَا خَيْرٌ مِنْهُ لِإِبْلِيسَ، وَ {لِي مُلْكُ مِصْرَ} [الزخرف 51] لفرعون، وَ {إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِنْدِي} [القصص 78] لقارون. وَأَحْسَنُ مَا وُضِعَتْ ” أَنَا ” فِي قَوْلِ الْعَبْدِ أَنَا الْعَبْدُ الْمُذْنِبُ، الْمُخْطِئُ، الْمُسْتَغْفِرُ، الْمُعْتَرِفُ وَنَحْوِهِ. ” وَلِي “، فِي قَوْلِهِ لِيَ الذَّنْبُ، وَلِيَ الْجُرْمُ، وَلِيَ الْمَسْكَنَةُ، وَلِيَ الْفَقْرُ وَالذُّلُّ ” وَعِنْدِي ” فِي قَوْلِهِ ” اغْفِرْ لِي جِدِّي، وَهَزْلِي، وَخَطَئِي، وَعَمْدِي، وَكُلَّ ذَلِكَ عِنْدِي “. “Dan seseorang harus benar berhati-hati dari keangkuhan “Akulah” dan “milikku” dan “padaku”. sesungguhnya ketiga lafazh ini merupakan bencana Iblis, Fir’aun, dan dan Qorun. Dan “Akulah lebih baik darinya” adalah ucapan iblis. Dan “milkkulah kerajaan mesir” adalah ucapan Fir’aun. Dan “Sungguh aku mendapatkannya karena ilmu yang ada padaku” adalah ucapan Qorun. Dan sebaik-baik penggunaan kalimat “Akulah” adalah pada ucapan seorang hamba “Aku adalah hamba yang pendosa, suka berbuat salah, yang senantiasa meminta ampun pada Allah Azza wa Jalla, yang senantiasa mengakui dosa-dosanya dan yang semisalnya. Dan penggunaan “Milikku” adalah pada ucapan hamba “Aku memiliki dosa”, “Aku memiliki keburukan”, “Aku memiliki kerendahan”, “Aku memiliki kefakiran dan kehinaan”. Dan ucapan “padaku” pada ucapan seorang hamba “Ampunilah dosa-dosaku, baik yang serius, atau bercanda, dan kesalahanku, atau kesengajaanku, dan sungguh semua itu ada padaku” Zaad Al-Ma’ad, 2/434-435 [2] Madaarij As-Saalikin 2/151 [3] Lihat perinciannya di dalam kitab Majmu’ Fatawa, Ibnu Taimiyyah, 11/122-132. [4] HR. Bukhari no. 3241 [5] Thoriqu Al-Hijrotain, Ibnu Al-Qoyyim, 1/95-dst. Madarij As-Salikin, Ibnu Al-Qoyyim, 2/234-dst. [6] Fathu Al-Qodir, As-Syaukani, 3/241 [7] Bighol adalah anak hasil persilangan antara kuda dengan keledai. [8] Tafsir At-Thabari, 19/618-619 [9] Ulama tafsir berselisih dalam makna ayat ini menjadi lima pendapat Karena aku memiliki ilmu tentang pembuatan emas. Karena Allah Azza wa Jalla ridha terhadapku. Karena Allah Azza wa Jalla mengetahui adanya kebaikan padaku. Karena keutamaan ilmuku. Karena pengetahuanku tentang cara untuk menghasilkan harta. Lihat Zadu Al-Masir, Ibnu Al-Jauzi, 3/393 Meskipun hakikatnya, perselisihan mereka semua kembali kepada Apakah ia menisbatkan kepada dirinya, atau menerut Allah Azza wa Jalla memang dia berhak/pantas mendapatkannya. [10] HR. Abu Daud no. 4063 [11] Berkata Asy-Syaukani rahimahullahu Ta’ala فَمَنْ لَبِسَ مِنْ الْأَغْنِيَاءِ ثِيَابَ الْفُقَرَاءِ صَارَ مُمَاثِلًا لَهُمْ فِي إيهَامِ النَّاظِرِ لَهُ أَنَّهُ مِنْهُمْ. وَذَلِكَ رُبَّمَا كَانَ مِنْ كُفْرَانِ نِعْمَةِ اللَّهِ عَلَيْهِ، وَلَيْسَ الزُّهْدُ وَالتَّوَاضُعُ فِي لُزُومِ ثِيَابِ الْفَقْرِ وَالْمَسْكَنَةِ؛ لِأَنَّ اللَّهَ سُبْحَانَهُ أَحَلَّ لِعِبَادِهِ الطَّيِّبَاتِ وَلَمْ يَخْلُقْ لَهُمْ جَيِّدَ الثِّيَابِ إلَّا لِتُلْبَسَ مَا لَمْ يَرِدْ النَّصُّ عَلَى تَحْرِيمِهِ. “Dan orang kaya yang memakai pakaian orang-orang faqir, maka ia telah menyerupai mereka, memberikan kesan seakan-akan menurut orang yang melihatnya bahwa ia termasuk dari orang-orang faqir. Dan yang demikian bisa jadi termasuk kufur terhadap nikmat Allah Azza wa Jalla atasnya, dan tidaklah zuhud dan tawadhu’ itu dengan senantiasa menggunakan pakaian orang-orang faqir miskin. Karena sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah menghalalkan untuk hamba-hambanya segala sesuatu yang baik-baik. Dan tidaklah pakaian yang bagus itu diciptakan melainkan untuk digunakan, selagi tidak ada dalil tentang pengharamannya”. Nailu Al-Author, Asy-syaukani, 8/253 [12] Yang benar adalah orang yang berpenyakit abrash yang meminta unta dan orang yang berpenyakit aqra’ yang meminta sapi. Karena perowi sendiri ketika menyebutkan pada orang yang berpenyakit botak, beliau hanya mencukupkan dengan sapi, tanpa menyebutkan keraguan sebagaimana sebelumnya. [13] HR. Muslim no. 2733 [14] HR. Bukhari no. 5193 [15] Ikmal Al-Mu’lim Bi Fawaid Muslim, Al-Qodhi Iyadh, 8/517 [16] Lihat Al-Majmu’ syarh Al-Muhadz-Dzab, An-Nawawi, 5/258, Mughni Al-Muhtaj, Al-Khothib Asy-Syarbini, 2/49. [17] HR. Bukhari no. 6382
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah nikmat kepadamu, dan jika kamu mengingkari nikmat-Ku, maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” QS. Ibrahim 7.Rasulullah adalah contoh paripurna seorang hamba yang bersyukur kepada Allah. Beliau selalu mensyukuri apapun yang diberikan Allah kepadanya. Tidak pernah sekali pun Rasulullah mengeluhkan pemberian Allah. Apapun situasi dan kondisi yang menimpa dirinya. Rasulullah mengekspresikan rasa syukurnya atas semua nikmat Allah bukan hanya lewat lisan saja, namun juga melalui perbuatan atau tindakan nyata. Diantaranya adalah dengan tekun beribadah kepada Allah. Kendati Rasulullah sudah dijamin Allah masuk surga, namun ibadahnya begitu hebat. Bahkan dikisahkan kalau saking tekun dan khusuknya menunaikan shalat malam, kedua telapak kaki Rasulullah sampai pecah-pecah. Rasulullah sangat tekun berpuasa, dizkir, dan juga sangat dermawan. Pun berbuat baik kepada sesama. Posisi istimewa sebagai seorang nabi dan utusan Allah tidak membuat Rasulullah berleha-leha’ dan kemaruk.’ Meski sudah dijaga dari Allah dari melaksanakan perbuatan dosa maksum, Rasulullah dengan menangis juga meminta ampunan kepada Allah. Tentu saja hal itu membuat para sahabat penasaran, bahkan istrinya sendiri Sayyidah Aisyah. Bagaimana mungkin seorang kekasih Allah, seorang yang dijamin masuk surga, dan seorang yang maksum, melakukan ibadah sampai segitunya. Bukankah dia tidak memiliki dosa atau kesalahan, mengapa dia meminta ampunan kepada Allah. “Mengapa engkau melakukan itu semua Rasulullah? Padahal Allah telah mengampuni dosa-dosamu yang telah lalu dan yang akan datang?” tanya Sayyidah buku Samudra Keteladanan Muhammad Nurul H Maarif, 2017, ketekunan dan kekhusukan Rasulullah dalam beribadah, munajatnya, dan berbuat baik kepada sesama merupakan sarana untuk bersyukur kepada Allah. Bukan sebagai sarana untuk pertaubatan atas segala dosanya atau pun sebagai sarana untuk mengharap surga. “Apakah aku tidak senang menjadi hamba yang banyak bersyukur” kata Rasulullah menjawab pertanyaan Sayyidah Aisyah di cara Rasulullah bersyukur. Beliau bersyukur atas semua nikmat yang diberikan Allah bukan hanya sekedar lisan -mengucapkan hamdalah- namun juga tindakan –yaitu dengan mengerjakan ibadah dengan tekun dan khusuk. A Muchlishon Rochmat
aku bersyukur pada allah atas nikmat darinya